Jumat, 13 November 2009

Agama Mengkhotbahkan Moralitas Palsu

Friends,

Makanya harus dilihat juga apa isi dari "moralitas" yg dikhotbahkan oleh orang-orang itu. Kalau membawa-bawa nama Allah ataupun agama, maka sudah jelas itu bukan kesadaran melainkan iklan. Namanya iklan yg terakhir dan sempurna. Dan jenisnya dari pembodohan massal. Dari jaman dahulu sampai sekarang, yg namanya agama selalu bertujuan membuat manusia menjadi orang bodoh. Semakin bodoh manusia, maka semakin senanglah orang yg berjualan agama dan Tuhan.

Pada pihak lain, kesadaran itu terlepas dari agama dan konsep Tuhan. Kesadaran yg asli tidak mengkonsepkan apapun. Dari non konsep itu lahirlah berbagai pengertian, namanya intuisi. Dan kita tidak lagi berbicara tentang "moralitas" di sini.

Yg namanya "moralitas" itu sifatnya palsu. Ditulis oleh orang-orang yg palsu demi Tuhan yg palsu juga. Palsu artinya false, tidak pas. Tidak pas karena didasarkan pada asumsi-asumsi yg salah, seperti ada ayat-ayat yg diturunkan oleh Allah. Ada nabi-nabi, ada Sorga Neraka. Ada akidah yg diridhoi Allah, dsb... Karena tidak pas, akhirnya selalu berusaha untuk dipaksakan. Dipaksakan agar diakui benar oleh manusia lainnya. Pedahal tidak benar. Palsu.

Yg asli itu tidak perlu dipaksakan karena semuanya akan jalan sendiri apa adanya saja. Kalau kita suka, kita akan bilang suka. Kalau kita tidak suka, kita akan bilang tidak suka. Dan itu tanpa perlu mensohorkan tentang baik atau buruk yg semuanya relatif, tergantung dari sudut pandang atau persepsi kita masing-masing. So, semuanya itu pilihan belaka.

Pilihan bebas bagi manusia-manusia dewasa yg bisa berpikir dan bertanggung-jawab atas pilihannya sendiri, tanpa perlu meribetkan diri dengan moralitas palsu yg disodorkan oleh agama-agama. Yeahh !!

Berikut dua percakapan untuk hari ini: tentang Mata Ketiga (lagi), dan tentang bagaimana caranya menjadi orang agnostik. Baca aja.


+

PERCAKAPAN 1: SAYA PAKAI MATA KETIGA


T = Dear Bli Leo,

Saya Nyoman di Denpasar (udah jelas kalee ya...^_^ ). Saya sangat senang pertama kali menemukan tulisan-tulisan Bli Leo, seperti I found precious things that I've been looking for. Very grateful for that.

J = Hmmm...

T = Kalau tidak terlalu menggangu dan Bli Leo ada waktu, mohon kiranya dapat memberikan petunjuk tentang berapa hal yang pernah saya alami.

J = What's that?

T = Pada suatu saat sehabis sembahyang, saya duduk mencoba mencari tahu tentang diri dan merasa (tidak tahu apakah itu hanya halusinasi belaka) ada seperti penampakan Achintya / Hyang Tunggal, sangat tinggi tapi terlihat dan seolah-olah memancarkan berbagai macam sinar ke arah saya.

J = Artinya sudah jelas, bahwa Achintya merupakan sumber dari kesadaran kita. Kita sadar bahwa kita sadar, dan kita sadar bahwa ada sesuatu di "atas" sana. Sinarnya bermacam-macam dan tidak putih saja seperti apa yg dipercayai oleh banyak orang, yg juga tidak salah. Putih itu isinya bermacam-ragam sinar, mejikuhibiniu. Kalau diuraikan jadilah segala macam warna pelangi.

Pelangi pelangi, alangkah indahmu, merah kuning hijau, di langit yg biru... Dan kita cuma melihat saja bukan? Kita cuma melihat pelangi itu. Kita cuma melihat ada Achintya yg secara teoritis tidak bisa diuraikan. Kita cuma tahu bahwa ada Achintya, ada Sanghyang Tunggal. Kita cuma tahu thok.

Achintya adalah simbol dari kesadaran yg ada di diri kita yg cuma tahu bahwa kita sadar. Sadar thok. Dari mana asalnya kita tidak tahu, dan mau ke mana setelah ini kita juga tidak tahu. Yg kita tahu adalah kita sadar bahwa kita sadar. Achintya adalah simbol dari kesadaran kita yg, katakanlah, memang selalu ada. Tidak diciptakan dan tidak bisa musnah. Then?

T = Pada kesempatan lain (dalam posisi duduk juga), ada seperti orang yang memakai pakaian seperti layaknya tokoh Rama dalam sendratari Ramayana, memegang tangan saya dan saya pun ikut terbang ke arah Timur Laut, melewati Pura Besakih dan turun di bawah kaki Gunung Agung. Di sana ada sebuah goa dan mulut goa tersebut sangat kecil dan saya ragu ketika tangan saya ditarik untuk masuk ke dalam goa.

J = Ok, then?

T = Semakin masuk ke dalam, goa tersebut semakin besar dan di sana terdapat sebuah batu yang besar dan di atas batu tersebut duduk bersila seorang laki-laki tua, rambut semua putih dan jenggot putih panjang. Orang tua tersebut menatap saya... tersenyum dan mengangkat tangan kanannya (telapak tangannya menghadap ke saya).

J = Ok, then?

T = Tidak ada percakapan dan setelah itu tangan saya diambil oleh tokoh seperti Rama tsb dan kembali terbang ke rumah. Setelah itu saya sadar dan membuka mata masih duduk bersila di depan Padma (Pura) yang ada di rumah. Saya bertanya-tanya dalam hati: Tadi itu apa yah?

J = Rama adalah simbol dari manusia biasa seperti kita. Seorang pria yg berpegang kepada "moral" (dalam tanda kutip). Moral yg dipegang selalu berpatokan kepada benar dan salah. Jahat dan baik... Anda ditarik oleh Rama yg sebenarnya juga simbol dari diri anda sendiri. Lalu anda di bawa ke kaki Gunung Agung untuk bertemu dengan seorang pertapa. Pertapa itu ternyata tidak berada di Pura Besakih yg merupakan simbol dari "moralitas", melainkan di sebelah bawahnya lagi, di kaki Gunung Agung. Dan tempat tinggalnya di dalam goa yg mula-mula sempit dan lama-kelamaan semakin membesar.

Bisa juga dikatakan bahwa anda dituntun oleh Rama untuk masuk ke dalam naluri anda sendiri. Naluri adalah cakra tubuh bagian bawah. Tempatnya terasa tidak senonoh, tidak segemerlap Pura Besakih yg ada di bagian atasnya. Tetapi naluri tetap merupakan bagian dari diri kita selama kita masih menjadi manusia hidup. Dan pertapa itu memperlihatkan tangan kanannya kepada anda, seolah-olah mengatakan: Jangan takut.

Janganlah takut untuk menggunakan naluri yg ada di diri anda. Melalui hati nurani anda, dan melewati segala macam ritual dan tradisi formal, anda akan bisa berkenalan juga dengan naluri anda. Dan tidak perlu ada yg ditakuti di sana. Simbolnya adalah pertapa tua itu, yg sebenarnya memiliki kemampuan supranatural, tetapi tidak menggunakannya karena anda sendiri sudah "tahu".

Menurut saya, anda secara intuitif sudah tahu apa arti dari penglihatan itu. Sri Rama itu adalah simbol dari diri anda, seorang manusia biasa yg bermain dengan berbagai akidah agama dan kemasyarakatan, berpegang pada benar dan salah. Tetapi akhirnya Sri Rama di dalam diri andapun mengakui bahwa ada yg masih kurang, yaitu naluri. Dan naluri itu adanya di tempat sepi. Masuknya sempit, tetapi makin lama makin lega.

Dengan kata lain, anda ditunjukkan untuk kultivasi naluri itu. Bisa menggunakan teknik kundalini, bisa menggunakan teknik apa saja. Yg jelas, tidak ada hal pembenaran ataupun penyalahan di sana. Tidak ada jahat baik. Tidak ada benar salah. Yg ada cuma menjadi diri sendiri saja, seperti pertapa itu, yg juga simbol dari diri anda sendiri saja.

T = Pernah juga dalam satu kesempatan saya duduk di sebelah tempat tidur dengan sebatang dupa harum (buat aroma therapy kali yah.....) dan merasa seolah-olah ada Dewi Saraswati berdiri di depan saya, dan salah satu tangannya yang memegang lontar diarahkan di atas kepala (ubun-ubun) saya, dan tidak lama kemudian menghilang. Apakah saya berhalusinasi Bli Leo?

J = Saya menyebutnya bukan halusinasi melainkan penglihatan. Penglihatan munculnya seperti itu, sekejap saja dan langsung hilang lagi. Penglihatan munculnya selalu spontan, dan ada artinya juga, arti simbolik. Penglihatan yg muncul adalah simbol, dan artinya kita peroleh dari pengertian yg sudah ada di diri kita.

Bertahun-tahun yg lalu Dewa Ganesha muncul di hadapan saya agak ke sebelah kiri. Ternyata warnanya putih. Dia diam saja. Beberapa minggu setelah itu muncul seorang Sufi di hadapan saya, agak ke sebelah kanan. Akhirnya saya interpretasikan bahwa pengetahuan atau hikmah dari Ganesha harus diimbangi oleh hal yg sama dari khazanah Sufi. Penyeimbang Hinduisme itu Islam. Dan penyeimbang Islam itu Hinduisme. Kalau tidak diseimbangkan maka akan timpang. Pincang dan akhirnya menjadi laknat.

Dewi Saraswati yg muncul di hadapan anda adalah simbol dari diri anda sendiri yg memiliki pengetahuan. Segala pengetahuan itu sudah ada di anda, dan anda tinggal menggunakannya saja. Menurut saya, itu arti dari penampakan Saraswati di hadapan anda. Apakah anda mau menggunakan pengetahuan anda adalah soal lain, tentu saja. Anda harus memutuskannya sendiri, mau menggunakannya atau tidak. Mau membagikannya kepada orang lain atau tidak.

T = Bli, saya sangat tetarik dengan apa yang anda sebut 'Higher Self' dan ingin sekali mancapai hal itu. Bisa nggak ya Bli Leo? How?

J = Higher Self adalah kesadaran tinggi di diri kita, dan munculnya selalu dalam bentuk simbol-simbol. Anda telah melihat berbagai simbol dari higher self anda sendiri. Achintya yg anda lihat itu higher self anda. Rama dan pertapa tua itu higher selves anda juga. Saraswati juga higher self anda. Kita tidak mencapai higher self, tetapi kita "melihat" higher self. Melihatnya dalam bentuk simbol-simbol... Yg bisa kita rasakan hanyalah kesadaran kita thok ketika kita sadar bahwa kita sadar. Yg kosong itu. Yg tidak ada apa-apa. Pure consciousness. Dari pure consciousness itu muncullah berbagai macam simbol yg bisa kita sebut sebagai higher self.

T = Saya sekarang belajar melakukan meditasi cakra Ajna (Mata Ketiga) dengan Gayatri setelah membaca tulisan Bli. Baiknya (kalo Bli recommend) berapa kali itu dilakukan dalam sehari dan berapa lama.

J = Meditasi di cakra Mata Ketiga bisa dilakukan sehari dua kali, setiap pagi dan malam, 30 menit setiap kali. Aum bhur bhuvah svaha, blah blah blah... aum...

T = Dan yang terakhir, kalau memang boleh, mohon Bli Leo bantu agar Mata Ketiga saya bisa dibuka.

J = Gak boleh, your Mata Ketiga is already terbuka, sudah bisa melihat segala macam penampakan. Yg anda perlu lakukan sekarang cuma bicara saja. Kalau ada yg bertanya kepada anda, anda tidak perlu berpikir, tetapi langsung bicara saja. Apa yg masuk ke dalam pikiran anda, anda ucapkan saja. Namanya intuisi, dan datangnya dari batin atau mata ketiga itu.

Mata ketiga berbeda-beda manifestasinya, tergantung bakat orangnya. Menurut saya, anda itu elemennya udara, dan bakatnya adalah melakukan sintesa berbagai pengertian. Belum tentu anda bisa melihat energi, tetapi terkadang anda memperoleh penglihatan, dan lebih sering lagi memperoleh petunjuk di dalam mimpi. Bisa saja penglihatan itu suatu saat akan habis tetapi anda akan jalan terus saja. Saya sendiri sudah tidak lagi memperoleh penglihatan sekarang. Yg saya peroleh simbol-simbol di dalam mimpi.


+

PERCAKAPAN 2: SAYA HAPPY JADI AGNOSTIK


T = Mas Leo,

Saya mo sharing plus nanya nih. Saya dilahirkan sebagai seorang Muslim. Dari kecil saya orangnya suka angin-anginan dalam beribadah dan suka mempertanyakan dalam hati mengenai kewajiban-kewajiban beragama yang harus dijalani (contoh: mengapa sembayang aja harus berbahasa Arab yang tak ku mengerti artinya, kenapa ngga bahasa sendiri aja yang lebih afdol dipake kalo sholat dll). Selain itu, dalam berpacaranpun lebih cocok dengan orang yang beda agama sampai akhirnya menikah dengan orang tsb.

J = Good, then?

T = Setelah menikah selama enam tahun lebih saya semakin muak dengan belief system saya dan saya ingin melepaskan semuanya karena melihat perkembangan masyarakat Islami yang akhir-akhir ini sepertinya sudah tidak masuk akal lagi menurut saya (seperti berkembangnya fundamentalisme, semakin tidak dapat menerima perbedaan / fanatic yang berlebihan).

J = Then?

T = Selama kurang lebih enam tahun tsb saya sudah membuang sebagian besar belief system saya dan mulai menjadi agnostik. Masalahnya kadang kala masih tersisa keraguan yang saya tidak tahu apa itu. Seperti ada yang mengganjal di hati. Keraguan yang saya tidak tahu tentang apa itu. Atau keagnostikan saya sekarang ini hanya sebuah pembenaran atas segala yang telah saya lakukan dahulu (yang males beritual, menikah dengan orang yang beda agama ). Intinya udah banyak melanggar itu belief system. Semoga itu bukan suatu pembenaran tetapi suatu proses perkembangan spiritual diri saya ya Mas? Pengen benar benar lepas... pas...

J = Kita semuanya dididik dalam agama-agama. Bahkan Yesus, Karl Marx dan Sigmund Freud juga dididik dalam agama, dalam hal ini agama Yahudi. Tetapi mereka melepaskan agama nenek moyang mereka dan membawa pembaharuan yg mempengaruhi milyaran orang di muka bumi sampai saat ini. Sidharta Gautama juga dididik dalam agama Hindu, tetapi dia melepaskan agama Hindu dan menjadi orang atheist. Atheist itu artinya tidak mempercayai ajaran agama tentang "Tuhan".

Yesus tidak percaya Tuhan seperti diajarkan oleh agama Yahudi. Sidharta Gautama tidak percaya Tuhan seperti diajarkan oleh agama Hindu. Karl Marx dan Sigmund Freud tidak percaya Tuhan seperti diajarkan oleh agama Yahudi. Tetapi mereka percaya adanya kesadaran manusia. Mereka adalah orang-orang yg tercerahkan.

Kalau anda masih ragu, ja jalanilah terus. Kalau masih mau balik ke agama, ya baliklah. Kita masih manusia biasa bukan? Masih bisa bolak balik. Masih bisa maju mundur. Saran saya, coba saja anda ikuti ibadah agama, apakah masih bisa merasa klop? Kalau tidak bisa, maka anda harus membuat "agama" sendiri. Agama dalam tanda kutip yg berarti belief system kita sendiri yg tidak tergantung dari apa yg dikhotbahkan oleh orang lain. Saya punya belief system saya sendiri yg bilang semua manusia itu sama saja, tidak ada bedanya. Tidak ada Sorga Neraka. Tidak ada amal ibadah. Yg ada cuma menjadi diri sendiri saja, enjoy apa yg bisa kita lakukan, dan ikhlaskan apa yg tidak bisa kita lakukan.

Lalu saya sharing pengalaman pribadi saya dengan teman-teman lainnya. Mulanya tidak kenal, akhirnya kenal. Mulanya sedikit, akhirnya banyak. Ternyata kita ini ada dimana-mana. Ternyata sudah tidak terhitung banyaknya orang agnostik di dalam agama-agama. Masih mengaku "beragama" (dalam tanda kutip), pedahal sebenarnya sudah bebas lepas dari segalanya, dan cuma ikut karena tradisi.

Lama kelamaan kita akan berani total melepaskan diri dari tradisi. Kita akan bilang bahwa kita agnostik, walaupun sesekali mengikuti ibadah agama yg sifatnya seremonial. Orang-orang di negara-negara maju sudah seperti itu. Ritual keagamaan cuma seremonial belaka, tradisi, dan bukan kepercayaan membabi buta seperti diikuti oleh banyak orang di Indonesia saat ini yg merasa takut masuk neraka.

Inggris memiliki lagu kebangsaan 'God Save the Queen' (Allah Memberkati Sri Ratu), tetapi Inggris bukan negara agama. Negara Inggris tidak beragama. Amerika Serikat memiliki motto 'In God We Trust' (Kami Yakin kepada Allah). Motto itu ada di mata uang dollar AS, tetapi cuma pemanis bibir saja. AS itu bukan negara agama.

T = Sekarang saya sudah tidak percaya lagi dengan konsep surga dan neraka yang ditawarkan agama, karena ya itu tadi, ngga masuk akal sama sekali. Masa tiket / surga atau neraka yang akan diberikan Allah karena selisih akumulasi pahala dari akumulasi dosa yang dimiliki seseorang.

Misalnya seorang yang doyan korupsi namun karena merasa telah berzakat, bersodaqoh dan naik haji berkali-kali, merasa menjadi ahli surga (karena secara net, pahala lebih banyak dari dosa). Kalau begini caranya yang korupsi bisa terus meraja lela di Indonesia ya Mas?

J = Bukankah memang seperti itu cara perhitungannya? Saya sudah bilang bahwa lembaga-lembaga agama menangguk untung tak terkira dari maraknya korupsi di Indonesia karena orang yg korupsi juga akan menyumbang agama supaya selisihnya plus.

Jadi bisa masuk Surga, hore !!

T = Belum lagi kegemasan saya akan aturan keagamaan yang tampaknya lebih menguntungkan lelaki dan memarginalkan kaum wanita. Kadang saya ingin lelaki yang pake cadar karena dapat menimbulkan hasrat birahi kaum wannita he he he...

J = Islam tradisional memang melecehkan HAM wanita.

T = Sekarang saya lebih percaya hukum sebab akibat (aka. hukum karma?) daripada pahala-dosa. Sepertinya hukum sebab akibat lebih membuat orang menjadi bertanggung jawab dalam menjalani hidupnya karena setiap perbuatan baik akan dibalas kebaikan atau sebaliknya, dan tidak akumulatif seperti konsep pahala–dosa di atas.

J = Hmmm...

T = Oh ya, bagaimana konsep hukum karma itu menurut Mas Leo?

J = Saya tidak pakai pengertian hukum karma. Yg saya pakai adalah pengertian 'tanggung jawab pribadi'. Kita semuanya manusia dewasa, dan kita tahu bahwa apapun yg kita lakukan, maka kita sendirilah yg akan menanggung konsekwensinya. Kalau mau korupsi, maka bisa terciduk polisi. Bisa juga tidak. Kalau mau selingkuh, maka bisa ketahuan. Bisa juga tidak. Dan yg seperti itu tidak perlu dikhotbahkan. Tidak perlu bawa-bawa segala agama dan Tuhan-nya.


+

Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar