Minggu, 31 Januari 2010

Freedom from Dogma

Friends,

Berikut dua percakapan terakhir untuk minggu ini. Yg pertama dengan seorang teman yg ternyata sudah terkena virus agnotik juga. Yg kedua dengan seorang teman dari Bali yg sangat antusias menghaturkan salam freedom from dogma. Seperti apa? Baca aja.


+

PERCAKAPAN 1: TERNYATA SAYA AGNOSTIK JUGA


T = Halo Mas Leo,

Salam kenal. Saya suka membaca catatan-catatan Mas Leo. Tapi baru di catatan terakhir saya menemukan arti yg berbeda dari agnosticism. Entah versi Mas Leo itu yg paling benar atau bukan, tapi rasanya klop dengan yg saya alami.

J = Good, then?

T = Dari semasa kuliah saya enggan memakai konsep ketuhanan dan konsep beragama ala orang awam. Karena buat saya sedikit susah masuk di nalar. Dari situlah saya cenderung tidak memegang konsep kemutlakan dalam memaknai Tuhan, agama & hidup.

J = That's very good, then?

T = Saya cenderung memegang nilai-nilai kekinian yg mudah diterima akal sehat dan dipraktekkannya pun tidak mengundang interpretasi beda-beda, misalnya nilai kepastian hukum, menghargai keberagaman, dan toleransi. Buat saya itu cukup untuk bekal hidup di dunia ini. Sedangkan setelah mati who knows, itu tadi saya bilang tidak ada penjelasan yg benar-benar saya bisa terima. Jadi daripada menjadi budak buta dari belief system yg tidak jelas, saya memilih memerdekakan nalar saya untuk menerima bahwa hal-hal setelah kematian masih tidak pasti.

J = Iyalah, ngapain beriman kepada spekulasi yg dbuat oleh manusia masa lalu yg tidak mengenal internet. Tidak punya surat kabar dan majalah. Tidak tahu pakai HP. Masyarakatnya masih marak buta huruf, tidak tahu sanitasi, kerjanya menggembala kambing domba, dan suka teriak-teriak mengganggu orang. Itu masyarkat yg berspekulasi tentang Tuhan, dan kita diharapkan untuk mengikuti mereka?

I beg your pardon, kata manusia paska modern yg biasa-biasa saja. In my opinion those nomadens lah yg harus mengikuti kita. Kita sudah bisa kirim manusia ke bulan, sudah pakai facebook. Sedangkan mereka semuanya masih hidup di abad kegelapan. Tidak ada listrik, dan kalau malam harus menyalakan obor. Masak pakai kayu bakar. Masa kita harus mengikuti iman manusia seperti itu?

Orang-orang masa lalu yg sekarang di-nabikan itulah yg harus mengikuti pengertian kita karena kita sudah jauh lebih maju. Kita sudah jauh lebih beradab, sudah mengenal HAM universal, sudah menghormati kesetaraan gender, etc...

T = Well, thanks atas sharingnya tentang agnostik. Lalu bagaimana feedback terhadap pandangan orang bahwa agnostik berarti malas menggunakan akalnya untuk memahami tanda-tanda kebesaran Tuhan (hehe.. ungkapan yg umum kita dengar dari kaum beragama) ? Agnostik dipandang sebagai cara simple memahami hidup dan terkesan tidak mau repot, mau enak saja, alias hedonis.

J = Menurut saya yg malas menggunakan akalnya itu adalah orang beragama. Mereka tidak mau mempertanyakan agama mereka. Mereka tidak mau belajar dan membandingkan. Kalau mereka mau menggunakan otaknya, akan mudah saja untuk menemukan bahwa semua manusia bisa saja mengaku sebagai nabi. Caranya mudah, yaitu tinggal mengaku saja. Lalu ada orang lain yg menjadi pengikut si manusia yg mengaku sebagai nabi. Lalu ucapannya dikumpulkan dan disebut kitab suci. Lalu ada orang-orang yg diangkat sebagai imam dalam ibadah. Dan jadilah agama.

Caranya mudah sekali membuat agama. Dan itu hal yg normal saja. Merupakan HAM yg ada di diri setiap manusia untuk membuat dan menyebarkan agamanya sendiri. Di negara-negara maju, hal ini sudah dipraktekkan dengan konsekwen. Kita tinggal mengaku menjadi nabi dan mendaftarkan organisasi kita. Kita bisa beriklan, bisa berpakaian aneh-aneh. Bisa wanita yg memimpin agama itu, dan para pria diharuskan berjilbab atau at least berkerudung dengan alasan bahwa Allah suka kepada pria yg taat kepada wanita.

Bisa seperti itu dan sah saja. Itu namanya HAM. Dan agama baru itu bisa bikin aturan bahwa harus jiarah keliling Monas dengan alasan Allah tempat tinggalnya di pucuk Monas. Asal jiarahnya dilakukan dengan tertib, itu seharusnya diperbolehkan karena merupakan HAM kebebasan beragama. Tetapi yg namanya HAM kebebasan beragama belum sempurna dipraktekkan di Indonesia. Masih ada kelompok agama yg merasa agamanya benar, dan agama lain salah. Pedahal agama yg ziarah ke Mekkah dan agama yg ziarah ke Monas memiliki HAM yg sama. Statusnya sama di depan hukum. Harusnya begitu.

Tentang hedonisme, bukankah kita semua orang hedonis? Kita semua mau hidup enak bukan? Dan semua orang yg mau hidup enak bisa disebut sebagai hedonis. Kalau tidak mau disebut hedonis bisa saja, kita tinggal pergi ke tengah padang pasir dan menternakkan kambing domba. Tetapi, menurut pengalaman, mereka yg nomadens itu juga hedonis. Suka kawin sampai istrinya empat orang gitu lho. Walaupun malam hari tidak ada listrik, mereka tetap saja hedonis. Mereka main bola bersama istri-istrinya dan perbuatan itu, konon, direstui oleh dewa padang pasir. Apa bedanya dengan kita yg ke luar masuk mall setiap akhir pekan dan cuma beristri satu, walaupun selingkuhan juga ada?

T = Ada pertanyaan saya yg lain mas, yaitu kenapa mas suka memakai mimpi sebagai alat menerangkan tentang spiritualitas? Mengapa harus lewat mimpi? Bukankah mimpi itu ilusi? Saya sendiri tidak pernah bermimpi sesuatu yg bermakna religius seperti mas tulis di catatan-catatan mas.

J = Mimpi berisikan simbol. Simbol itu bahasa, dan selalu ada hubungannya dengan kehidupan kita sebagai manusia fisik. Tidak semua mimpi memiliki makna. Ada mimpi yg cuma release hormon saja, release stress. Ada mimpi yg memberikan solusi dari apa yg dicari. Ada mimpi yg menjawab pertanyaan "relijius" (dalam tanda kutip). Karena yg bertanya adalah orang-orang yg masih terperangkap dalam simbol-simbol relijius, maka mimpinya harus ditafsirkan dengan bahasa relijius juga, atau at least nyerempet-nyerempet relijius. Spiritual artinya nyerempet relijius sampai tahap tertentu. Setelah tahap tertentu itu dicapai, maka nuansa yg relijius akan ditendang, tuing !!


+

PERCAKAPAN 2: SALAM FREEDOM FROM DOGMA


T = Dear Meneer Leo,

Judul note 'Saya Ingin Lebih bebas dan Tidak Terikat' sangat menarik. Mungkin tujuan dari semua kehidupan memang seperti itu, to be free & no attraction or attachment, tetapi kehidupan di dunia ini memang terlalu banyak ikatan, dan enlightenment itu tercapai kala manusia bebas dari ikatan.

J = That's true, then?

T = Konsep yang dipercayai membabi buta juga ikatan yang sangat besar, apalagi di Islam (mohon maap) - Islam dogmatismenya paling susah dihilangkan karena semuanya harus! Harus begini begitu! Dan itu hanya diterima membabi buta -- tidak boleh ada pertanyaan.

J = That's true, then?

T = Kemudian adat Bali juga dogmatis dan menekankan pada KONSEP rasa takut akan niskala (hal gaib/leluhur yang sudah meninggal/Tuhan) yang mengerikan.

J = That's also true, then?

T = Meditasi sendiri yang saya fahami adalah sebuah usaha membebaskan diri dari ikatan. Orang meditasi tidak perlu kitab suc, tidak perlu agama, tidak perlu tempat suci. Dirinya sendiri adalah laboratoirum tempat melakukan penelitian dan mencari serta bergelut dengan kesadaran yang sejati.

J = That's also true, then?

T = Terlepas dari kebebasan itu aku mau komentar mengenai salah satu diskusi Maz Leo mengenai konsep karma dan dharma.

J = Boleh aja, like what?

T = Konsep karma ini merupakan salah satu dari empat konsep yoga yg terdiri dari: karma yoga, jnana yoga, bhakti yoga dan raja yoga. Karma yoga yang dipraktekkan secara salah ketika orang yg berbuat sesuatu itu mengharapkan adanya imbalan. Sejatinya karma yoga itu berintikan pada bekerja atau melakukan sesuatu tanpa pamrih, tetapi ketika ada niat mendapat sesuatu maka sudah tidak lagi disebut karma yoga.

J = Ok.

T = Sedangkan dharma juga banyak disalah-kaprahkan, banyak sekali yang mengartikan sebagai kewajiban, dharma bhakti, dll... tetapi seorang filsuf/ekonom/guru spiritual Shri Anandamurti mengatakan bahwa dharma itu adalah basic character dari sesuatu... Semisal dharma air adalah membasahi, dharma api adalah membakar, angin mengeringkan, dll.

J = Ok.

T = Lalu dharma manusia itu apa? Lebih jauh beliau mengatakan bahwa dharma manusia adalah 'Human Dharma/Manusa Dharma/Bhagavat Dharma'. Bukan Hindu Dharma, Budha Dharma, Islam Dharma, Kristen Dharma, dll.

J = Ok.

T = Lalu apa apa itu human dharma? Human dharma adalah bersatu dengan kesadaran yang tidak terbatas, ibaratnya secuil garam yang ditabur ke laut maka identitas secuil garam itu lenyap dan bersatu dengan samudera... Ini mungkin bisa disebut sebagai kebebasan, freedom, enlightenment.

J = Ok.

T = Lalu ada yang bertanya lagi bagaimana mencapai freedom itu? Aku sendiri masih berproses belajar untuk mencapainya, dan ada banyak metode untuk itu, semua sah dan tergantung dari kadar kesadaran orang itu memahaminya dan memberikan getaran energi yang positif pada proses yang dilakoni karena sejatinya semua yang ada dan tiada merupakan getaran/vibration, dan proses menuju getaran kosmik yang tiada akhir, proses menjadi Tuhan yang tidak terungkap dengan kata-kata, dan Tuhan yang tidak bisa membenci serta Tuhan yang tidak bisa menciptakan Tuhan yang Lain karena hanya Dia yang ada, yang lainnya terbatas dalam pikiran-Nya, tetapi Dia tidak terbatas...

J = Iyalah, that's what I have been leading to. Itu yg selama ini saya arahkan dalam sharing ngalor ngidul spiritual ini. Saya baru sampai di tengah, tapi ujung-ujungnya akan ke sana juga. Mungkin sebagian teman sudah bisa melihat ujungnya dari sekarang. Ujungnya ya itulah. Mungkin juga sudah sampai, tetapi karena masih ada yg suka bertanya terus, maka saya tanggapi saja semuanya. Ujungnya memang di sana. Dan di sini juga, sebenarnya. Di sini dan saat ini saja.

T = Salam FREEDOM, FREE FROM DOGMA, FREE FREE FREE, FREE FROM FREE, FREE OF THE FREE.

J = Ok, ehm..


+

Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar