Minggu, 31 Januari 2010

Saya Senang dan Sedih Silih Berganti

Friends,

Berikut tanya-jawab dengan seorang rekan pria tentang perasaan senang dan sedih yg datang silih berganti. Ada istilah klinisnya juga, tetapi saya tidak bisa bilang secara pasti bahwa rekan ini mengidap gejala itu, walaupun ciri-cirinya sama. Harus ke dokter juga, tulis saya. Kenapa? Baca aja.

+

T = Mas Leo,

Ada yang ingin saya tanyakan lagi: kalo kita sakit, contohnya kalo sakit kepala, sulit rasanya bersikap netral, pikiran kacau, badan fisik juga ikut-ikutan kacau, gimana menurut Mas Leo mengatasinya?

J = Makan obat. Saya makan obat terus karena dari kemaren pusing-pusing karena kena gerimis. The weather is bad, makanya saya makan obat supaya tidak katschau, then?

T = Apa yang terjadi saat kita mencapai persatuan dengan kesadaran alam semesta? apakah kita 'hilang' dari 'peredaran'?

J = Setahu saya kita semua selalu menyatu dengan kesadaran alam semesta, sejak lahir sudah begitu. Apakah kita hilang dari peredaran sejak kita lahir ke dunia ini?

T = Apa maksud dan tujuannyanya mulai kita sebagai ada - tidak ada - kemudian ada lagi?

J = Apakah maksud anda proses yg dialami kita semua ketika kita sadar bahwa kita sadar, lalu kita kehilangan kesadaran ketika kita mabuk agama, dan akhirnya kita sadar lagi? Bila ya, berarti itu artinya kita tidak kemana-mana bukan? Cuma disini-sini saja bukan? Yg berbeda adalah cara pandangnya, tetapi kesadaran kita yg diperebutkan oleh berbagai aliran itu tetap saja ada, walaupun orangnya berusaha menolak kesadaran itu, at least for a time in his or her life.

Orang-orang beragama selalu berusaha untuk menolak kesadaran yg ada di dirinya. Mereka diajarkan untuk melihat ada "setan" (dalam tanda kutip). Diajarkan bahwa Setan itu ada di dalam kesadaran orang, dan Tuhan ada di dalam kesadaran pemimpin agamanya. Pedahal yg namanya Setan dan Tuhan ada di dalam pikiran kita sendiri saja. Ketika kita sadari bahwa Setan dan Tuhan merupakan ciptaan pikiran kita, maka artinya kita ada.

Sebelumnya, ketika kita menyalahkan segala-galanya, termasuk menyalahkan Tuhan dan Setan, maka bisa dikatakan bahwa kita tidak ada. Kita masuk dalam jebakan agama dan tidak berani face to face berhadapan dengan kesadaran kita sendiri. Dan jelas hal itu merupakan suatu kemunduran dibandingkan dengan ketika kita baru lahir dan tidak pernah perduli dengan segala macam konsep tentang Tuhan dan Setan.

Jadi prosesnya memang seperti itulah. Sadar - tidak sadar - dan sadar kembali. Ketika kita sadar kembali berarti kita balik ke posisi innocence seperti kita baru lahir. Apa adanya saja. Jujur saja. Tanpa perduli dengan segala macam memedi maupun iming-iming yg disodorkan oleh agama. Kita tidak akan perduli lagi karena apa yg ditawarkan oleh agama justru akan membuat kita kehilangan kesadaran.

But we learn it the hard way. Kita semuanya harus lewat jalan itu. Lewat saja. Kuatkan diri anda untuk dibanting-banting oleh agama sampai anda sendiri mau bilang cukup. Enough is enough. Dan pada saat anda bilang enough is enough, saat itulah kesadaran anda kembali. Anda disebut ada.

T = Apa masa lalu itu tidak ada, sejarah pun itu tidak ada?

J = Masa lalu ada kalau kita membandingkan apa yg ada di depan kita di sini dan saat ini dengan apa yg pernah kita rasakan. Anggaplah di sana dan saat itu. Kita bisa menulis tentang masa lalu, namanya sejarah, kejadian di sana dan di saat itu. Bisa berupa sejarah hidup pribadi. Tetapi kita tidak bisa hidup di masa lalu itu. Kita selalu hidup di sini dan saat ini saja.

T = Gundah gulana, galau hatiku, kegalauan, tak mengerti bisa begini, resah, takut, emosi hati. Mas Leo, apakah emosi berasal dari hati atau pikiran kita?

J = Emosi merupakan produk akhir dari belief system kita. Kalau kita meraa harus sedih karena melihat si dia melanglang-buana bersama orang lain, maka kita akan sedih. Kalau kita justru merasa menjadi bebas, maka senanglah kita. Senang dan sedih ditentukan oleh persepsi atau cara pandang. Hal yg membuat orang lain sedih belum tentu membuat kita sedih. Dan hal yg membuat orang lain senang belum tentu membuat kita senang.

Kebanyakan dari kita merasa harus sedih kalau lingkungan mengharuskannya. Merasa harus senang kalau lingkungan bilang kita harus senang. Pedahal kita tidak harus ikut-ikutan. Bukan berarti orang senang terus kita sedih. Atau orang sedih lalu kita senang. Bukan seperti itu.

Maksudnya, kita bisa biasa-biasa saja, menganggap emosi datang dan pergi, dan diri kita yg asli adalah yg mengamati emosi itu datang dan pergi. Emosi kita bukanlah diri kita, dan kita tidak harus mengikuti emosi itu. Emosi cuma numpang lewat saja bukan? Dan kita tidak bisa mengejar emosi senang yg sudah pergi. Dan tidak bisa juga bersedih ketika lingkungan mengharuskannya, pedahal kita tidak sedih. Kesimpulannya sudah jelas: emosi itu by product, produk sampingan, dan bukan tujuan akhir, walaupun ada juga orang yg mengejar kepuasan emosional.

T = Kadang kala aku merasa bersemangat (begitu positif), kadang kala juga aku merasa begitu negatif tak berdaya. Bagaimana kulewati gelombang emosi ini?

J =Mungkin anda musti coba untuk balance from now on. Kalau sedang semangat gak usah terlalu girang. Dan kalau sedang lesu gak usah terlalu sedih. Dengan cara itu akhirnya kita akan biasa-biasa saja. Tidak terlalu terpengaruh oleh perasaan yg datang dan pergi. Cara melatihnya memang susah, perlu pengalaman jatuh bangun juga sampai akhirnya kita sadar bahwa cuma itulah cara satu-satunya kalau mau seimbang. Siddharta Gautama juga mengalami, dari ekstrim ke ekstrim sampai akhirnya jadi di tengah saja. Saya juga mengalami. Semua orang yg kultivasi spiritualitas asli mengalami ini.

Kita mengalaminya sendiri sehingga kita bisa bicara berdasarkan pengalaman pribadi dan bukan cuma dengar atau baca saja. Sayangnya, kita cuma bisa ngomong setelah mengalami sendiri sakitnya jatuh karena terlalu bersemangat di satu saat, dan terlalu sedih di saat lainnya. Kalau jatuh rasanya sakit, dan mungkin harus berkali-kali jatuh sampai akhirnya kita benar-benar kapok tidak mau pakai cara itu lagi. Akhirnya kita akan selalu berusaha untuk berada di tengah. Tengah itu titik keseimbangan.

T = Bahkan begitu banyak perang, pertentangan, tarik menarik di hatiku, bagaimana kulewati ini semua? Semua pertentangan itu membuatku lemas tak berdaya, I loose too much energy. Please, help me...

J = Perubahan emosi dari ekstrim ke ekstrim bisa digolongkan sebagai 'manic depressive' atau 'bipolar disorder'. Kalau sedang semangat, semangatnya audzubillah. Kalau sedang sedih, bahkan Setan dan Tuhan yg berjoget ria bersama di hadapan orang ini tidak akan bisa menghibur dirinya. Ada pengobatannya juga melalui teknik kedokteran. Anda harus konsultasi dengan psikiater yg bisa memberikan obat-obat penyeimbang sehingga anda tidak akan jatuh bangun begitu ekstrim.

Bisa konsultasi ke psikolog dulu sebelum ke psikiater. Kalau cuma konsultasi tertulis dengan saya seperti sekarang, paling saya bisa bilang bahwa anda terlihat cenderung mengidap gejala manic depressive. Tetapi saya bukan seorang psikiater, dan tidak bisa memberikan obat-obatan yg mungkin anda butuhkan... Tetapi cobalah untuk menjadi seimbang. Itu mungkin akan cukup membantu sebelum anda memperoleh obat yg sesuai dari seorang psikiater. Caranya, sekali lagi, kalau senang tidak usah terlalu senang. Dan kalau sedih tidak usah terlalu sedih. Cobalah berada di titik tengah sepanjang waktu.

Good luck !


+

Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar