Selasa, 06 April 2010

Ketakutan kita akan kata 'Tuhan' rasanya sudah merasuk ke tulang sumsum

T = Dear Leo,

Kemarin saya baru saja menyelesaikan buku terakhir dari trilogy Conversation with God – Neale Donald Walsch – yang menceritakan tentang Tuhan di mata Tuhan. Saya jadi ingat Leo. Saya sering sekali mengamati pendapat Leo mengenai Tuhan, Ketuhanan serta agama – yang menurut saya bagus banget, tetapi sering sekali menyulut emosi dan caci maki dari orang-orang yang nggak sepaham akan pendapat Leo. Saya pikir sebetulnya yang kita butuhkan adalah open mindedness dan kecerdasan spiritual untuk memaknai ulang pemikiran tentang Tuhan, dan dengan begitu kita bisa memaknai ulang tentang agama. Rasanya enggak mungkin hanya melakukan tafsir ulang terhadap agama (seperti yang dilakukan oleh organisasi tertentu) tanpa juga melakukannya untuk Tuhan. Karena kalau yang kita utak utik itu hanya agamanya, sementara Tuhan tetap dibiarkan sebagai “Yang Maha” - kayaknya kok kita tetap akan ada di jalur dan kotak yang sama.

J = Tuhan itu konsep saja, kita bisa buat konsep apapun tentang Tuhan. Mau buat konsep Tuhan yg perlu disembah satu hari lima kali, ataupun mau buat konsep Tuhan yg berada di dalam diri manusia tidak akan menjadi masalah, semuanya konsep saja. Orang-orang yg mencaci-maki itu adalah mereka yg merasa kaget karena ternyata apa yg diajarkan kepada mereka cuma konsep belaka. Mereka pikir seperti itulah Tuhan, pedahal itu cuma konsep Tuhan. Tuhan seperti apa tentu saja akan tergantung dari pemahaman kita masing-masing. Ada berbagai tingkat spiritualitas, dan manusia bebas untuk kultivasi jenis ketuhanan yg seperti apa.

Tetapi karena saya sharing dengan berbagai orang dengan berbagai tingkatan, akhirnya saya langsung saja bilang bahwa Tuhan itu konsep, dan yg ada cuma kesadaran. Kesadaran itu ada di tiap orang dari kita. Dan yg namanya kesadaran itu adalah yg sadar thok. Sadar bahwa kita sadar. Kesadaran bukanlah pemikiran, bukanlah pengertian, bukanlah tentang "akhlak". Akhlak dan pengertian itu konsep thok, dan semuanya relatif. Tuhan yg gemar dibicarakan oleh manusia Indonesia itu konsep thok, sifatnya relatif. Tuhan yg ada di dalam agama-agama itu semuanya relatif. Makanya agamanya bisa di-reformasi. Reformasi agama itu otomatis reformasi konsep Tuhan.

Walaupun konsep Tuhan direformasi, kesadaran yg ada di manusia tetap saja. Sepintar apapun maupun sebodoh apapun, kesadaran yg ada di dirinya itu tetap sama dengan kesadaran yg ada di orang lain. Yg berbeda adalah jenis kesadaran kedua, yaitu yg kita kenal sebagai pengertian. Kesadaran sebagai pengertian jelas berbeda-beda. Ada pengertian kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Kesadaran sebagai pengertian kelas bawah memposisikan dirinya sebagai "budak" yg harus mengabdi kepada agama, kepada guru, kepada syariat. Kesadaran sebagai pengertian kelas menengah adalah mereka yg berusaha untuk hidup baik sekaligus melarang orang lain untuk berbuat "jahat". Mereka yg berada di kelas tengah inilah yg paling rajin mencaci-maki karena mereka merasa telah menemukan "kebenaran", pedahal belum.

Mereka yg memiliki kesadaran sebagai pengertian tingkat atas adalah mereka yg telah melepaskan segala macam agama dan syariatnya, termasuk telah melepaskan konsep Tuhan dan berbagai akhlaknya yg kita tahu cuma buat-buatan saja. Bukan berarti orangnya ngawur. Orangnya bahkan bisa sangat menghargai dan mengerti tentang HAM, demokrasi, azas privasi dan kepatutan. Tetapi mereka yg telah berada di level pengertian teratas ini tentu saja tidak bisa atau belum bisa dimengerti oleh mereka yg berada di level pengertian bawah dan menengah. Cepat atau lambat semua orang akan mengerti. Tetapi diperlukan waktu, manusia yg masih merangkak di bawah harus dibimbing terus menerus melalui komunikasi yg terbuka dan apa adanya.

Komunikasi yg terbuka dan apa adanya inilah yg diharamkan oleh orang spiritual kelas menengah. Mereka pikir itu melecehkan agama, merendahkan Tuhan, tidak berakhlak dan berbagai caci maki lainnya. Pedahal apa yg diuraikan dengan sejelas-jelasnya di dalam buku yg anda baca dan di tulisan-tulisan saya merupakan jalan pencerahan. Seperti itulah caranya, yg manusiawi dan beradab. Melalui komunikasi yg terbuka dan bukan melalui penghambaan manusia bebas kepada seorang manusia lainnya. Bukan melalui perbudakan oleh agama dan tradisi.

Orang yg berada di level bawah dan menengah akan selalu dipenuhi ketakutan bahwa segalanya akan menjadi berantakan kalau manusia melepaskan konsep Tuhan dan akhlak yg berasal dari agama. Pedahal itu cuma hasil cuci otak belaka. Manusia dicuci otak untuk berpegang kepada Tuhan seperti diajarkan agama, dan ditakut-takuti bahwa kalau konsep itu dilepaskan, maka manusianya akan sesat. Pedahal manusia tidak akan pernah sesat. Kesadaran yg ada di manusia itu tetap. Baik manusianya beragama maupun tidak, kesadaran yg ada di dirinya itu tetap.

Dan saya mengajarkan untuk kultivasi kesadaran yg ada di diri kita itu. Caranya melalui meditasi di cakra mata ketiga. Rasakan saja bahwa kita sadar. Sadar karena sadar. Selalu sadar. Tidak tahu berasal dari mana dan akan pergi ke mana. Tetapi tidak perduli akan semua itu. Cuma sadar bahwa dirinya sadar. Aware. Dan itulah inti dari kultivasi spiritualitas pribadi. Itu essensinya, no more than that.

T = Saya hanya ingin sharing sedikit mengenai pendapat saya tentang Tuhan dan Agama. Ketakutan kita akan kata 'Tuhan' rasanya sudah merasuk ke tulang sumsum, mahluk itu bukan lagi menjadi bagian dari kita manusia tetapi sudah menjadi tuan atas manusia.

Terbukti banyak banget orang yang bilang "takut pada Tuhan" seolah-olah Tuhan adalah mahluk luar biasa yang setiap saat mengawasi dan galak luar biasa. Padahal kalau kita cermati hampir semua agama –yang merupakan pencerahan dari penemunya (Muhammad untuk Islam, Musa untuk Yahudi, dll)- berkata “The Kingdom of God is in your heart atau Tuhan itu ada lebih dekat dari nadimu “. Bukankah itu merupakan sinyal bahwa Tuhan tak lain dari kesadaran kita sendiri yang tinggi? Bahwa Tuhan bukanlah mahluk maha yang ada di awang-awang? Kalau dia tak lain dari kesadaran kita sendiri, ngapain kita harus takut dan membela mati-matian? Tak ada yang perlu dibela, ditakuti dan juga pasti nggak bakal bisa dibela .

J = And that's also the reason why Gus Dur bilang: "Tuhan tidak perlu dibela". Semua orang yg mengerti sudah tahu itu. Saya juga seperti Gus Dur, saya bilang bahwa Tuhan cuma konsep thok, tidak perlu dibela. Yg perlu dibela adalah HAM, hak azasi manusia, yg sampai sekarang selalu dilecehkan oleh negara dan manusia-manusia beragama itu. Negara dan agama bilang manusia harus menurut "ajaran yg benar". Pedahal mana ada ajaran yg benar? Semuanya sama benarnya dan sama salahnya. Tetapi berdasarkan pemahaman ada ajaran yg benar maka negara dan agama telah mendzolimi manusia selama 2,000 tahun terakhir ini. Kita di Indonesia masih dalam tahap ini walaupun sedikit demi sedikit sudah mulai berubah. Sudah banyak juga yg tahu bahwa Tuhan itu konsep thok, bahwa agama dibuat oleh manusia dan tidak jatoh dari atas langit atawa dibawa turun oleh Malekat Jibril pake tambang.

T = Takut, marah-marah kalau ada yang gak sependapat mengenai Tuhan dan Agama bukan jalan yang tepat untuk menunjukkan bahwa kita adalah manusia beradab. Mencintai, merawat, mengeksplorasi dan mengembangkan diri kita sendiri adalah jalan yang paling tepat untuk mencapai Tuhan – dalam hal ini adalah kesadaran tinggi kita sendiri. Jika kita sudah bertemu Tuhan seperti itu, ujung-ujungnya agama hanyalah sebagai bahan referensi dari orang lain yang pernah mencapai kesadaran tertinggi itu dan ingin berbagi dengan kita. Dan sebagai bahan sharing dan referensi, kita bisa memilih untuk ikut atau mencari jalan sendiri, karena jaman, situasi, kondisi, value serta culture dari orang tersebut (dalam hal ini adalah seluruh nabi-nabi itu) jauh berbeda dengan kita sekarang ini.

J = Of course yg anda tuliskan benar. Pada pihak lain orang juga memiliki HAM untuk berpendapat berbeda, bahkan untuk mencaci-maki ketika mereka mulai sadar bahwa agama yg mereka pegang ternyata akal-akalan belaka. Asal tidak dilakukan di hadapan saya, it's ok. Mereka yg mau mempertontonkan kegoblokan dirinya dengan berkhotbah membawa-bawa Tuhan atau Allah di hadapan saya akan merasakan sendiri konsekwensinya, akan saya tendang keluar tanpa ampun. Semoga mereka bisa berpikir bahwa ternyata Tuhan yg mereka bela tidak bisa membela mereka ketika saya tendang keluar dari note saya atau dari milis spiritual indonesia. Kalau belum sadar juga ya sudah. It's their own lives. Hidup mereka sendiri, bukan urusan saya.

T = Saya sendiri berpendapat bahwa saya adalah “God in amnesia” – saya adalah bagian dari energi Tuhan yang hendak mengeksplorasi pengalaman menjadi manusia, yang pada saatnya nanti akan juga memperkaya pengalaman energi Tuhan dan menjadikannya belajar. Dalam hal ini, pengalaman saya akan memperkaya kesadaran tinggi saya sendiri a.k.a Tuhan. Saya belajar untuk berpikir dan bertanggung jawab terhadap apapun keputusan yang saya ambil, belajar memilih, karena hidup is all about pilihan. Dan pada tingkat kesadaran ini, campur tangan agama rasanya sudah tidak dibutuhkan lagi. Saya sanggup membuat aturan bagi hidup saya sendiri yang nyaman dan sesuai dengan lingkungan di mana saya tinggal dan bekerja dan bersosialisasi. Manusia lain juga sanggup kok membuat jutaan norma, value dan aturan yang diikuti oleh kelompoknya sendiri.

J = Of course memang seperti itulah adanya. Saya juga seperti itu. Kita cocok dong, kapan ketemuan berduaan aja nih, hm..

T = Aturan agama – yang merupakan aturan tambahan (karena tercipta jauh setelah ada kelompok manusia) – sebetulnya sudah tercakup dalam aturan yang dibuat oleh manusia sendiri. Malahan sangsinya lebih nyata dan langsung kerasa: penjara kalau ketahuan dan pengucilan/dibuang dari kelompoknya kalau dianggap mbalelo.

J = Artinya agama merupakan produk dari budaya manusia, cuma diberikan hiasan berupa peribahasa seolah-olah ada Tuhan yg menunrunkan ayat-ayat, pedahal tidak ada siapa-siapa selain si manusia itu sendiri saja dan kesadaran yg ada di dirinya. Tetapi cuma manusia tercerahkan saja yg bisa tahu dan mengerti hal itu. Manusia paling tercerahkan akan berbicara tentang hal itu apa adanya saja, tanpa takut, tanpa merasa perlu melindungii Tuhan seolah-olah satwa langka. Tuhan itu bukan satwa langka, tidak perlu dilindungi, apalagi dengan UU.

T = Jadi rasanya perdebatan panjang mengenai topik Tuhan dan Agama tidak akan pernah ketemu titik akhirnya, jika kita tidak melakukannya dengan obyektif, open mind dan disertai oleh rasa penasaran yang sehat. Karena Kesadaran kita sangat infinite – sama seperti keberadaan Tuhan (kesadaran tinggi) itu sendiri. Orang yang “takut” akan Tuhan dan Agama adalah semata-mata bentuk eksplorasi kesadaran tinggi individu tersebut yang ingin mengalami rasa “takut” itu. Dan hal ini nggak salah sebenarnya - karena kesadaran tinggi akan selalu memilih apa-apa yang masih diperlukannya. Orang yang “takut” mungkin memang masih perlu takut. Orang yang maunya merdeka dari takut mungkin memang sudah tidak memerlukannya lagi. Yang sebaiknya tidak dilakukan adalah marah-marah dan menganggap kebenarannya absolut, bukan karena dosa tetapi lebih kepada bahwa secara etis (norma sosial) marah-marah dan mencaci maki itu enggak banget deh ....

J = You might be right. Yg jelas, mereka yg mencoba mencaci-maki di sini akan bisa merasakan tuing-an saya yg terakhir dan sempurna. Tuing tuing .. !!


+

Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar