Selasa, 06 April 2010

Renungan Jumat Agung, 2 April 2010

Friends,

Sampai saat ini saya tidak mengerti kenapa perayaan Paskah setiap tahun selalu berubah-ubah tanggalnya. Saya tahu bahwa Paskah selalu jatuh pada hari Minggu, tetapi mengapa tanggalnya selalu berubah-ubah saya tidak tahu dan tidak tertarik untuk mencari tahu. Ada gambaran di bawah sadar saya bahwa Paskah merupakan perayaan keagamaan Yahudi dimana ada puasa dan ritual menggunakan roti tak beragi yg disembunyikan, lalu sang roti tak berdosa itu dimunculkan kembali dan dimakan bersama dengan rasa syukur.

Roti tanpa ragi adalah simbol dari manusia tanpa dosa. Tanpa dosa bukan berarti tidak pernah menyakiti orang lain, melainkan berarti tidak menghakimi. Tidak menghakimi artinya tidak bilang benar atau salah melainkan melakukan apa yg harus dilakukan. Karena tidak menghakimi orang lain, maka orang itu tidak berdosa. Tidak berdosa dalam arti tidak dihakimi oleh hati nuraninya sendiri. Itu pengertian dosa dan tidak berdosa. Jadi bukan soal hukum menghukum yg dilakukan oleh manusia atau Tuhan, melainkan hal perasaan bersalah.

Ketika seorang manusia tidak menghakimi manusia lainnya, maka dia tidak juga menghakimi dirinya sendiri. Dia tidak bilang orang lain bersalah, dan dia tidak juga bilang dirinya bersalah. Tidak ada yg salah. Dan tidak ada yg benar pula. Semuanya kembali ke titik nol. Titik nol itu penebusan dosa. Bukan penebusan oleh Tuhan atau siapapun, melainkan oleh manusianya sendiri saja Dalam penebusan segalanya akan dicuci, didaur ulang, dan muncul kembali putih bersih tanpa noda walaupun tidak pakai Rinso anti noda.

Itulah inti dari kekristenan menurut saya. Secara filsafati, itulah intinya, dan bukan segala macam teori megalomaniak tentang niat luhur menciptakan Kerajaan Allah di atas bumi seperti diuraikan oleh Agustinus dari Hippo yg sangat moralistis. Pedahal segala pengajaran tentang moralitas baik dan benar itu cuma temporal, berlaku untuk masa dan tempat tertentu. Teori bahwa gereja menjadi agen dari Allah untuk mewujudkan Kerajaan Illahi di atas bumi sebelum Yesus datang kembali dari awang-awang merupakan fantasi awal dari gereja Kristen yg, sayangnya, diambil alih oleh Islam dalam bentuk teori rahmatanlil alamin.

Terlalu banyak pemikiran Nasrani yg diambil alih oleh Islam sampai tidak bisa dikenali lagi asal-usulnya. Termasuk di sini tentang Nur Illahi yg menurut Nasrani berada di Isa bin Maryam dan menurut Islam (aliran tertentu) berada di Muhammad bin Abdullah. Pemikiran mana juga tidak asli berasal dari Kristen melainkan copas dari filsafat Yunani Kuno dimana dipostulasikan ada kalimatullah yg awal, yg ada sekarang dan yg akan tetap ada selamanya. Tidak diciptakan dan tidak akan pernah musnah. Pedahal the kalimatulllah itu apa kalau bukan kesadaran manusia? Manusia yg sadar bahwa dirinya sadar. Tidak tahu asalnya dari mana, dan tidak akan pernah tahu akan kemana setelah mati. Saat ini cuma sadar thok. Dan the kesadaran itulah the real kalimatullah.

Adanya di setiap orang tentu saja. Ada di semuanya tanpa perlu mengkultuskan satu pribadi tertentu, be it Jesus of Nazareth or anybody else.

Siddharta Gautama sudah sampai ke pengertian itu. Ketika dia menyadari hal itu, dikatakan bahwa dia mencapai pencerahan. Pencerahan adalah menyadari bahwa dirinya itu Buddha. Dan tentu saja Buddha itu banyak. Buddha itu semua manusia yg pernah hidup, masih hidup dan akan hidup di atas bumi ini. Semuanya Buddha, tetapi lupa. Ketika sang manusia ingat bahwa dirinya itu Buddha, maka dikatakan orang itu memperoleh pencerahan. Cuma itu saja. No more and no less. Dan Buddha adalah kesadaran yg tetap ada itu, the kalimatullah is the Buddha... Dan Kristus pula.

Buddha of course is Kristus yg artinya 'penebus'. Penebus dari segala macam pikiran ini dan itu yg cuma menjadi beban saja. Yesus Kristus cuma gelar saja, dan seharusnya semua manusia yg telah menyadari bahwa dirinya itu penebus bagi dirinya sendiri pantas untuk memakai gelar 'Kristus'. Tidak mau dipakai juga tidak apa-apa, karena itu cuma istilah saja. Istilah yg dipakai untuk menjelaskan tentang kesadaran yg ada di manusia. Yg sadar bahwa dirinya sadar.

Paulus bilang: "Semoga kesadaran Kristus tercipta di dalam kamu".

Dan apa bedanya itu dengan Siddharta Gautama yg mengajarkan bahwa ada tak terhitung Buddha sebelum dia, dan akan ada tak terhitung Buddha yg datang setelah dia? Apa bedanya dengan Dewi Kuan Im yg bersumpah tidak akan masuk Nirvana sebelum semua manusia masuk Nirvana juga?

Cuma tentang kesadaran bukan? Sadar bahwa dirinya sadar. Tanpa menghakimi orang lain. Tanpa menghakimi diri sendiri juga. Enjoy saja apa adanya. Dan melakukan apa yg bisa dilakukan.

Dan itu pulalah ajaran Shri Kreshna kepada Arjuna yg termuat di dalam Bhagavad Gita. Lakukan apa yg bisa dilakukan. Semuanya ada waktunya. Yg bisa dilakukan, ya lakukanlah. Yg tidak bisa, ya tidak usahlah. As simple as that. Tanpa perlu norma ini atau norma itu yg cuma merupakan 'kebisingan' saja. Ajaran agama di luar dari pengertian tentang kesadaran adalah 'kebisingan'. Tidak essensial. Dan yg tidak essensial tentu saja akan lumer, menguap, ketika datang badai dan bencana.

Tidak ada yg bisa bertahan abadi di alam. Bahkan yg seagung Gereja Katolik juga tidak tahan terdera sehingga institusi tertua di dunia ini terpaksa menanggalkan segala macam kedoknya satu demi satu. Agama-agama lainnya juga. Dan itulah makna dari kebangkitan spiritual 2012. Bukan kiamat, melainkan kebangkitan kesadaran di semua orang terlepas dari kotak-kotak agama dan tradisi. Orang akan akhirnya sadar bahwa dirinya itu sadar, dan cuma dirinyalah yg bisa memutuskan apakah akan menjadi manusia yg 'tak berdosa', menjadi Kristus, menjadi Buddha, menjadi Arjuna, menjadi ksatria,... dan ratu bagi dirinya sendiri.

Konsep Pandito Ratu dalam kepercayaan Jawa is also such. No other than you and me, when we realize that we are that. Tat tvam asi. Thou art that.


+

Leo
@ Komunitas Spiritual Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar